Dabi Arnasa Indonesian, b. 1997
Unstoppable Journey, 2025
acrylic and oil on canvas
65 x 65 cm
Lanskap gunung, perbukitan, dan hamparan luas dalam karya saya diperlakukan bukan hanya sebagai representasi topografis, melainkan sebagai ruang tempat pertemuan antara yang monumental dan yang remeh, antara keabadian dan kesementaraan....
Lanskap gunung, perbukitan, dan hamparan luas dalam karya saya diperlakukan
bukan hanya sebagai representasi topografis, melainkan sebagai ruang tempat
pertemuan antara yang monumental dan yang remeh, antara keabadian dan
kesementaraan. Bagi saya, bentang alam selalu mengandung dimensi historis dan
kosmologis: ia adalah arsip terbuka yang menampung jejak waktu, kinektivitas
sekaligus medan yang menguji keterbatasan manusia.
Di dalam lanskap monumental ini, saya hadirkan figur-figur kecil dan objek-objek
absurd yang berfungsi sebagai interupsi visual sekaligus metafora eksistensial.
Seekor babi yang menatap dinding bata tinggi, misalnya, adalah alegori
keterbatasan dan absurditas usaha yang tertahan. Dua ekor anjing yang
membuntuti seorang figur manusia mengisyaratkan tentang rasa kewaspadaan,
dan kerentanan yang selalu menyertai langkah hidup. Sosok manusia yang
menyebrangi jembatan kayu menuju jalan berkelok di perbukitan merefleksikan
perjalanan yang penuh risiko dan pilihan yang tak pasti. Figur yang jungkir balik
dengan kepala menancap di tanah, dikelilingi bunga-bunga mekar, membuka ironi
sekaligus perayaan: berpikir sebaliknya justru bisa melahirkan kemungkinankemungkinan
yang baru. Sedangkan orang-orang yang mendayung perahu di atas
tumpukan tangga menjadi simbol dari upaya manusia mengarungi pilihan-pilihan
jalan/ keputusan yang banyak dan memilih yang terbaik untuknya.
Kehadiran objek-objek ini menggarisbawahi keyakinan saya bahwa absurditas
tidak identik dengan keputusasaan. Sebaliknya, absurditas adalah ruang
perjuangan: manusia, dengan segala kerentanannya, tetap berusaha, tetap
bergerak, tetap menegakkan tanda keberadaan di tengah lanskap yang luas.
Dengan menggabungkan lanskap monumental dan figur-figur absurd, saya ingin
membuka pembacaan tentang dialog manusia dan alam—bahwa dalam
keterbatasan ada ketekunan, dalam keruntuhan ada daya hidup, dan dalam
absurditas terdapat semangat untuk bertahan.
Dengan demikian, karya-karya ini tidak hanya memvisualkan kontras antara skala
besar dan kecil, monumental dan remeh, melainkan juga menyusun sebuah
narasi tentang keberanian manusia: rapuh namun teguh, fana namun berusaha
meninggalkan makna.
bukan hanya sebagai representasi topografis, melainkan sebagai ruang tempat
pertemuan antara yang monumental dan yang remeh, antara keabadian dan
kesementaraan. Bagi saya, bentang alam selalu mengandung dimensi historis dan
kosmologis: ia adalah arsip terbuka yang menampung jejak waktu, kinektivitas
sekaligus medan yang menguji keterbatasan manusia.
Di dalam lanskap monumental ini, saya hadirkan figur-figur kecil dan objek-objek
absurd yang berfungsi sebagai interupsi visual sekaligus metafora eksistensial.
Seekor babi yang menatap dinding bata tinggi, misalnya, adalah alegori
keterbatasan dan absurditas usaha yang tertahan. Dua ekor anjing yang
membuntuti seorang figur manusia mengisyaratkan tentang rasa kewaspadaan,
dan kerentanan yang selalu menyertai langkah hidup. Sosok manusia yang
menyebrangi jembatan kayu menuju jalan berkelok di perbukitan merefleksikan
perjalanan yang penuh risiko dan pilihan yang tak pasti. Figur yang jungkir balik
dengan kepala menancap di tanah, dikelilingi bunga-bunga mekar, membuka ironi
sekaligus perayaan: berpikir sebaliknya justru bisa melahirkan kemungkinankemungkinan
yang baru. Sedangkan orang-orang yang mendayung perahu di atas
tumpukan tangga menjadi simbol dari upaya manusia mengarungi pilihan-pilihan
jalan/ keputusan yang banyak dan memilih yang terbaik untuknya.
Kehadiran objek-objek ini menggarisbawahi keyakinan saya bahwa absurditas
tidak identik dengan keputusasaan. Sebaliknya, absurditas adalah ruang
perjuangan: manusia, dengan segala kerentanannya, tetap berusaha, tetap
bergerak, tetap menegakkan tanda keberadaan di tengah lanskap yang luas.
Dengan menggabungkan lanskap monumental dan figur-figur absurd, saya ingin
membuka pembacaan tentang dialog manusia dan alam—bahwa dalam
keterbatasan ada ketekunan, dalam keruntuhan ada daya hidup, dan dalam
absurditas terdapat semangat untuk bertahan.
Dengan demikian, karya-karya ini tidak hanya memvisualkan kontras antara skala
besar dan kecil, monumental dan remeh, melainkan juga menyusun sebuah
narasi tentang keberanian manusia: rapuh namun teguh, fana namun berusaha
meninggalkan makna.
Join us!
Your one stop solution into bridging art and design.
* denotes required fields
We will process the personal data you have supplied in accordance with our privacy policy (available on request). You can unsubscribe or change your preferences at any time by clicking the link in our emails.